September 15, 2013

Nona, Lihat Aku

Nona, 
Aku ingin menjadi senja yang kehadirannya kau nantikan tiap sore. Atau menjadi malam yg dengan lancangnya menjaga lelap tidurmu.
Aku sungguh iri pada langit yang bisa memanjakan matamu lalu membawa kedamaian merasuk ke dalam hatimu.
Bukankah semua warna-warna itu membuatmu terpejam lalu kemudian tersenyum? Ah, kau sungguh cantik saat itu!

Nona, 
Sesekali perkenanlah aku menjadi pagi yang karena kehadirannya, harapan-harapan jatuh tepat di pelupuk matamu.
Kalau bisa aku menjadi air matamu, izinkanlah. Karena setelah itu, aku akan pergi melihat senyuman keluar dari bibir manismu.

Nona,
Aku cemburu. 
Aku iri pada Tuan yang namanya selalu kau rapal dalam doa-doa yang kau langitkan.
Aku ingin menjadi Tuan yang kehadirannya kau jaga rapi di sudut-sudut hatimu. Terbungkus dalam kesyahduan bisu lakumu.
Aku sungguh ingin menjadi Tuan yang namanya kau hadirkan di sepertiga malammu. Yang dengan menatapnya, kau kumpulkan keberanianmu.

Nona,
Perkenankanlah aku menjadi Tuan yang kepadanya setiap kesempatan kau perjuangkan. Menciptakan waktu untuk membunuh rindu.
Izinkanlah aku menjadi belenggu yang memenjarai hatimu. Aku berjanji menjadi tahanan yang bisa kau tawan tiap waktunya.

Nona, 
Lihatlah aku.

July 19, 2013

Lalu?


Lalu kenapa bila pada akhirnya aku menyukai caramu berkata-kata? Tiap-tiap baris yang tertulis bisu lalu terdengar menjadi begitu syahdu. Bukankah kau sedang bercerita dengan untaian kalimatmu itu?

Lalu kenapa bila pada akhirnya aku menyukai caramu tersenyum? Tiap-tiap senyum yang terukir turut membentuk lengkungan manis yang hadir di semburat wajahmu. Bukankah ada kebahagiaan yang hadir dan terpancar di senyummu yang tulus itu?

Lalu kenapa bila pada akhirnya aku menyukai caramu menatap? Tiap-tiap sorot yang terpancar di kedua matamu terlihat begitu menohok lalu membimbing hati untuk meresapinya. Bukankah dirimu sedang menyongsong sekelebat titah lewat ketegasan di matamu itu?

Lalu kenapa bila pada akhirnya aku menyukai caramu bersuara? Tiap-tiap irama yang keluar dari bibirmu terdengar begitu merdu dan pada akhirnya merasuk begitu dalam ke jiwa. Bukankah suara-suara itu yang akhirnya memimpin perjalan hati?

Lalu kenapa bila pada akhirnya aku menyukai semua yang ada pada dirimu?

Menunggumu



Pagi adalah waktu yang tepat bagiku untuk melangitkan doa-doa dan harapan. Memohon kepada Yang Maha Pemberi untuk menyajikan keberhasilan yang manis untuk semua usaha-usaha yang akan kau lakukan. Berjanjilah untuk berjuang. Aku menunggumu disini.

***

Siang adalah waktu yang tepat bagiku untuk mengarungi layar digital alat komunikasi kita. Mengiringimu dengan kata-kata penuh semangat yang aku harap dapat membasuh sedikit peluhmu dari matahari yang dengan bijaknya menguji usaha-usahamu. Berjanjilah untuk bertahan. Aku menunggumu.

***

Sore adalah waktu yang tepat bagiku untuk mendramatisir keindahan langit. Mengucap syukur kepada Sang Maha Indah berkali-kali dan kemudian menyelami pikiranku sendiri. Senja sering kali menyelaraskan kerja otak dan hati. Di sela kesibukanku ini, pikiranku tidak bisa pergi darimu. Berjanjilah untuk setia. Aku akan selalu menunggumu.

***
Malam adalah waktu yang tepat bagiku untuk bercengkrama dengan bayang-bayangmu. Sambil meninabobokan kelelahan, aku memejamkan mata yang masih membuat hati tetap terjaga. Di anganku, ada kebahagiaan yang aku sematkan dirimu di dalamnya. Dengan lancangnya aku memintamu kepada Yang Maha Pemberi untuk memenuhi masa depan yang ada kamu di dalamnya. Berjanjilah untuk menungguku. Aku  masih menunggumu.